Dampak terhadap
politik dan Demokrasi
Negara kita sering disebut bureaucratic
polity. Birokrasi pemerintah merupakan sebuah kekuatan besar yang
sangat berpengaruh terhadap sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Selain itu, birokrasi pemerintah juga merupakan garda depan
yang berhubungan dengan pelayanan umum kepada masyarakat. Namun di sisi
lain, birokrasi sebagai pelaku roda pemerintahan merupakan kelompok yang rentan
terhadap jerat korupsi.
Korupsi melemahkan birokrasi sebagai tulang
punggung negara. Sudah menjadi rahasia umum bahwa birokrasi di tanah air
seolah menjunjung tinggi pameo “jika bisa dibuat sulit, mengapa harus
dipermudah”. Semakin tidak efisien birokrasi bekerja, semakin besar
pembiayaan tidak sah atas institusi negara ini. Sikap masa bodoh birokrat
pun akan melahirkan berbagai masalah yang tidak terhitung banyaknya.
Singkatnya, korupsi menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh di dalam
birokrasi.
Korupsi dalam birokrasi dapat dikategorikan
dalam dua kecenderungan umum : yang menjangkiti masyarakat dan yang
dilakukan di kalangan mereka sendiri. Korupsi tidak saja terbatas pada
transaksi yang korup yang dilakukan dengan sengaja oleh dua pihak atau lebih,
melainkan juga meliputi berbagai akibat dari perilaku yang korup, homo
venalis.
Transparency International (TI), sebagai
lembaga internasional yang bergerak dalam upaya antikorupsi, membagi kegiatan
korupsi di sektor publik ke dalam dua jenis, yaitu :
Korupsi
administratif
Secara administratif, korupsi bisa dilakukan
“sesuai dengan hukum”, yaitu meminta imbalan atas pekerjaan yang seharusnya
memang dilakukan, serta korupsi yang “bertentangan dengan hukum” yaitu meminta
imbalan uang untuk melakukan pekerjaan yang sebenarnya dilarang untuk
dilakukan.
Di tanah air, jenis korupsi administratif
berwujud uang pelicin dalam mengurus berbagai surat-surat, seperti Kartu Tanda
Penduduk (KTP), Surat Ijin Mengemudi (SIM), akte lahir, dan paspor agar
prosesnya lebih cepat. Padahal, seharusnya tanpa uang pelicin surat-surat ini
memang harus diproses dengan cepat.
Dampak terhadap
briokrasi Pemerintahan
Korupsi, tidak diragukan, menciptakan dampak
negatif terhadap kinerja suatu sistem politik atau pemerintahan. Pertama,
korupsi mengganggu kinerja sistem politik yang berlaku. Pada dasarnya, isu
korupsi lebih sering bersifat personal. Namun, dalam manifestasinya yang lebih
luas, dampak korupsi tidak saja bersifat personal, melainkan juga dapat
mencoreng kredibilitas organisasi tempat si koruptor bekerja. Pada
tataran tertentu, imbasnya dapat bersifat sosial. Korupsi yang berdampak sosial
sering bersifat samar, dibandingkan dengan dampak korupsi terhadap organisasi
yang lebih nyata.
Kedua, publik cenderung meragukan citra dan kredibilitas
suatu lembaga yang diduga terkait dengan tindak korupsi.
Ketiga, lembaga politik diperalat untuk
menopang terwujudnya berbagai kepentingan pribadi dan kelompok. Ini mengandung
arti bahwa lembaga politik telah dikorupsi untuk kepentingan yang sempit (vested
interest). Sering terdengar tuduhan umum dari kalangan anti-neoliberalis
bahwa lembaga multinasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), IF, dan
Bank Dunia adalah perpanjangan kepentingan kaum kapitalis dan para hegemoni
global yang ingin
Mencaplok politik dunia di satu tangan raksasa.
Tuduhan seperti ini sangat mungkin menimpa pejabat publik yang memperalat suatu
lembaga politik untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Dalam kasus seperti
ini, kehadiran masyarkat sipil yang berdaya dan supremasi hukum yang kuat dapat
meminimalisir terjadinya praktik korupsi yang merajalela di masyarakat.
Sementara itu, dampak korupsi yang menghambat
berjalannya fungsi pemerintah, sebagai pengampu kebijakan negara, dapat
dijelaskan sebagai berikut :1. Korupsi menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi,
2. Korupsi menghambat negara melakukan pemerataan akses dan aset,
3. Korupsi juga memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan politik.
Dampak terhadap
kerusakan lingkungan
Korupsi yang merajalela di lingkungan
pemerintah akan menurunkan kredibilitas pemerintah yang berkuasa. Ia
meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap berbagai tindakan pemerintah. Jika
suatu pemerintah tidak lagi mampu memberi pelayanan terbaik bagi warganya, maka
rasa hormat rakyat
dengan sendirinya akan luntur. Jika
pemerintahan justru memakmurkan praktik korupsi, maka lenyap pula unsur hormat
dan trust (kepercayaan) masyarakat kepada pemerintahan.
Karenanya, praktik korupsi yang kronis
menimbulkan demoralisasi di kalangan masyarakat. Korupsi yang menjangkiti
kalangan elit turut memaksa masyarakat menganut berbagai praktik di bawah meja
demi mempertahankan diri. Mereka pun terpaksa melakukan korupsi agar
mendapat bagian yang wajar, bukan untuk mencapai berbagai keuntungan luar
biasa. Inilah lingkaran setan yang klasik. Singkatnya, demoralisasi
terhadap perilaku koruptif kalangan elit pemerintah, juga sering menyuburkan
perilaku koruptif di kalangan masyarakat.
Dampak Terhadap Rakyat/Masyarakat
1.
Kenaikan harga-harga barang akibat
anggaran APBN yang dikorupsi
2. Bertambahnya
rakyat miskin dikarenakan uang tunjangan bagi rakyat miskin yang seharusnya disalurkan
dikorupsi.
3. Mahalnya
biaya yang harus rakyat keluarkan untuk mendapatkan layanan dasar seperti
pendidikan dan kesehatan yang seharusnya bersubsidi.
4. Kesenjangan
pendapatan semakin tinggi.
5. Banyaknya
rakyat yang di PHK akibat perusahaan kecil tempat mereka kerja gulung tikar
akibat dana investasinya dikorupsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar