Breaking News
Selamat Datang di blog Aneka serba-serbi
Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Korupsi. Tampilkan semua postingan

Minggu, 19 Juni 2016

Upaya untuk Memberantas Korupsi




1. Upaya Pencegahan (Preventif)
a)      Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
b)      Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
c)      Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung jawab yang tinggi.
d)     Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua.
e)      Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
f)       Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g)      Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
h)      Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.

2. Upaya Penindakan (Kuratif):
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :
a)      Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
b)      Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c)      Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda DKI Jakarta (2004).
d)      Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e)      Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas Preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT. Texmaco Group melalui BNI ( 2004 ).
f)       Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
g)      Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h)      Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i)        Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
j)        Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).

4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang mengawasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki   komitmen untuk memberantas korupsi melalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba sekarang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disusul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, Indonesia berada di posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, serta hanya lebih baik dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.
   




Read more ...

Dampak Korupsi




Dampak terhadap politik dan Demokrasi
Negara kita sering disebut bureaucratic polity.  Birokrasi pemerintah merupakan sebuah kekuatan besar yang sangat berpengaruh terhadap sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara.  Selain itu, birokrasi pemerintah juga merupakan garda depan yang berhubungan dengan pelayanan umum kepada masyarakat.  Namun di sisi lain, birokrasi sebagai pelaku roda pemerintahan merupakan kelompok yang rentan terhadap jerat korupsi.
Korupsi melemahkan birokrasi sebagai tulang punggung negara.  Sudah menjadi rahasia umum bahwa birokrasi di tanah air seolah menjunjung tinggi pameo “jika bisa dibuat sulit, mengapa harus dipermudah”.  Semakin tidak efisien birokrasi bekerja, semakin besar pembiayaan tidak sah atas institusi negara ini.  Sikap masa bodoh birokrat pun akan melahirkan berbagai masalah yang tidak terhitung banyaknya.  Singkatnya, korupsi menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh di dalam birokrasi.
Korupsi dalam birokrasi dapat dikategorikan dalam dua kecenderungan umum  :  yang menjangkiti masyarakat dan yang dilakukan di kalangan mereka sendiri.  Korupsi tidak saja terbatas pada transaksi yang korup yang dilakukan dengan sengaja oleh dua pihak atau lebih, melainkan juga meliputi berbagai akibat dari perilaku yang korup, homo venalis.
Transparency International (TI), sebagai lembaga internasional yang bergerak dalam upaya antikorupsi, membagi kegiatan korupsi di sektor publik ke dalam dua jenis, yaitu  :


Korupsi administratif
Secara administratif, korupsi bisa dilakukan “sesuai dengan hukum”, yaitu meminta imbalan atas pekerjaan yang seharusnya memang dilakukan, serta korupsi yang “bertentangan dengan hukum” yaitu meminta imbalan uang untuk melakukan pekerjaan yang sebenarnya dilarang untuk dilakukan.
Di tanah air, jenis korupsi administratif berwujud uang pelicin dalam mengurus berbagai surat-surat, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Ijin Mengemudi (SIM), akte lahir, dan paspor agar prosesnya lebih cepat. Padahal, seharusnya tanpa uang pelicin surat-surat ini memang harus diproses dengan cepat.
  
Dampak terhadap briokrasi Pemerintahan
Korupsi, tidak diragukan, menciptakan dampak negatif terhadap kinerja suatu sistem politik atau pemerintahan.  Pertama, korupsi mengganggu kinerja sistem politik yang berlaku. Pada dasarnya, isu korupsi lebih sering bersifat personal. Namun, dalam manifestasinya yang lebih luas, dampak korupsi tidak saja bersifat personal, melainkan juga dapat mencoreng kredibilitas organisasi tempat si koruptor bekerja.  Pada tataran tertentu, imbasnya dapat bersifat sosial. Korupsi yang berdampak sosial sering bersifat samar, dibandingkan dengan dampak korupsi terhadap organisasi yang lebih nyata.
Kedua, publik cenderung meragukan citra dan kredibilitas suatu lembaga yang diduga terkait dengan tindak korupsi.
Ketiga, lembaga politik diperalat untuk menopang terwujudnya berbagai kepentingan pribadi dan kelompok. Ini mengandung arti bahwa lembaga politik telah dikorupsi untuk kepentingan yang sempit (vested interest). Sering terdengar tuduhan umum dari kalangan anti-neoliberalis bahwa lembaga multinasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), IF, dan Bank Dunia adalah perpanjangan kepentingan kaum kapitalis dan para hegemoni global yang ingin
Mencaplok politik dunia di satu tangan raksasa. Tuduhan seperti ini sangat mungkin menimpa pejabat publik yang memperalat suatu lembaga politik untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Dalam kasus seperti ini, kehadiran masyarkat sipil yang berdaya dan supremasi hukum yang kuat dapat meminimalisir terjadinya praktik korupsi yang merajalela di masyarakat.
Sementara itu, dampak korupsi yang menghambat berjalannya fungsi pemerintah, sebagai pengampu kebijakan negara, dapat dijelaskan sebagai berikut  :
1.  Korupsi menghambat peran negara dalam pengaturan alokasi,
2.  Korupsi menghambat negara melakukan pemerataan akses dan aset,
3.  Korupsi juga memperlemah peran pemerintah dalam menjaga stabilitas
ekonomi dan politik.  

Dampak terhadap kerusakan lingkungan
Korupsi yang merajalela di lingkungan pemerintah akan menurunkan kredibilitas pemerintah yang berkuasa. Ia meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap berbagai tindakan pemerintah. Jika suatu pemerintah tidak lagi mampu memberi pelayanan terbaik bagi warganya, maka rasa hormat rakyat

dengan sendirinya akan luntur. Jika pemerintahan justru memakmurkan praktik korupsi, maka lenyap pula unsur hormat dan trust (kepercayaan) masyarakat kepada pemerintahan.
Karenanya, praktik korupsi yang kronis menimbulkan demoralisasi di kalangan masyarakat. Korupsi yang menjangkiti kalangan elit turut memaksa masyarakat menganut berbagai praktik di bawah meja demi mempertahankan diri.  Mereka pun terpaksa melakukan korupsi agar mendapat bagian yang wajar, bukan untuk mencapai berbagai keuntungan luar biasa.  Inilah lingkaran setan yang klasik.  Singkatnya, demoralisasi terhadap perilaku koruptif kalangan elit pemerintah, juga sering menyuburkan perilaku koruptif di kalangan masyarakat.
 

Dampak Terhadap Rakyat/Masyarakat
1.      Kenaikan harga-harga barang akibat anggaran APBN yang dikorupsi

2.      Bertambahnya rakyat miskin dikarenakan uang tunjangan bagi rakyat miskin yang seharusnya disalurkan dikorupsi.
3.      Mahalnya biaya yang harus rakyat keluarkan untuk mendapatkan layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan yang seharusnya bersubsidi.
4.      Kesenjangan pendapatan semakin tinggi.
5.      Banyaknya rakyat yang di PHK akibat perusahaan kecil tempat mereka kerja gulung tikar akibat dana investasinya dikorupsi.
 







Read more ...
Designed By